-->








Media Sosial Akar dari Sebuah Konflik

07 Desember, 2020, 21.15 WIB Last Updated 2020-12-07T14:15:09Z

INDONESIA merupakan sebuah negara pengguna media sosial terbanyak keempat di dunia setelah India, Amerika Serikat, dan Brazil. Mengutip dari Katadata, jumlah pengguna aktif media sosial diIndonesia mengalami peningkatan sebanyak 20% ditahun 2019 yakni mencapai 150 juta pengguna. Dengan penggunaan media sosial sebanyak tersebut, banyak terjadi konflik di dunia nyata yang berawal dari persengketaan di media sosial yang akhirnya membawa kepada penyelesaian masalah tersebut di meja hijau.

Karena hal beda pemahaman, candaan yang dianggap serius, pelecehan nama baik sampai penghinaan terhadap suku, ras, agama, antar golongan lainnya. Bukan hanya hal itu saja media sosial menjadi sebuah media penyebaran hoax terbanyak di Indonesia karena semua orang mempunyai hak dan kebebasan dalam membagikan suatu berita tanpa menyelidiki kebenaran dari berita tersebut. Sehingga banyak orang yang dirugikan hanya demi popularitas dan saling menjatuhkan lawan dalam persaingan baik dalam politik, bisnis, agama, ras, suku, dan golongan antar lainnya.

Bahkan konflik yang terjadi pada era modern sekarang, hampir semua berawal dari media sosial. Banyak media  yang  menggoreng sebuah isu sehingga banyak masyarakat yang tergoreng isu tersebut yang membuat terjadinya suatau konflik disuatu daerah antar satu golongan dan golongan lainnya. Seperti contoh yang viral baru-baru ini mengenai Habib Rizieq Syihab (HRS) yang mengajak masyarakat untuk melakukan revolusi akhlak.


Di samping itu, banyak media atau buzzer yang tidak menyukai HRS mengangkat isu tersebut sebagai dugaan langkah awal untuk melakukan pemberontakan. Sehingga dari pihak pemerintah yang merasa hal tersebut mengancam keutuhan NKRI dan mengambil tindakan untuk mencopot seluruh baliho HRS yang ada di wilayah DKI Jakarta, oleh TNI atas usulan Pangdam Jaya Dudung Abdurachman. Dikutip dari Front TV HRS secara tegas mengatakan bahwa ajakan revolusi akhlak tersebut bukan pemberontakan terhadap pemerintah yang sah tetapi ajakan untuk memperbaiki akhlak umat Islam seperti apa yang telah ditetapkan dalam Al-Quran dan Sunnah.


Maka hal ini tidak bisa dianggap remeh. Konflik ini seperti api,  ketika sumbu api masih menyala maka ia akan menyebar menimbulkan api yang amat besar dan bisa menghanguskan segala apa yang ia lalui termasuk persatuan NKRI. Jadi bagaimana solusi yang dapat dilakukan agar konflik diranah media sosial dapat diredam sehingga tidak jadi konflik yang berkepanjangan dan mengancam adanya disintegrasi bangsa. Konflik menjadi sebuah peristiwa yang akan selalu ada dan melekat dalam kehidupan manusia. Sepanjang peradaban manusia di dunia, manusia hanya dapat mengelola (managing) konflik yang telah terjadi agar tidak semakin berujung pada kehancuran dan kekerasan. 


Dalam rangka meredam suatu konflik, sebaiknya perlu dilakukan analisis mendalam terhadap konflik yang sedang terjadi. Analisis ini berangkat dari cara kita untuk berasumsi, menilai, dan menentukan formula yang tepat untuk mengatasi konflik tersebut. Dampak peperangan informasi yang berawal dari konflik dalam dunia maya menjadi akar munculnya pecahnya konflik saudara di Indonesia. Oleh sebab itu perlu upaya berupa langkah-langkah yang bertujuan untuk meredam konflik dalam pusaran dalam dunia maya tersebut antara lain:


Pertama, membatasi penggunaan media sosial dalam penyebaran konten-konten yang berpotensi diskriminatif, Kedua, membangun kembali persepsi positif antara kedua kelompok yang bertikai dengan memperbanyak kontak keduanya melalui kegiatan bersama. Ketiga adanya undang-undang yang menindak penyebaran hoax, pelecehan nama baik, penghinaan terhadap suku, agama, ras, dan golongan lainnya. Hal ini di bungkus dalam UU Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik no 19 tahun 2016. Diharapkan adanya UU ini dapat mencegah dan menyelesaikan konflik yang ada di dunia maya. 


Keempat, membangun tecnoculture di tengah kehidupan masyarakat di Indonesia. Tecnoculture ini menjadi formula pendidikan untuk meningkatkan sensitivitas dan kesadaran masyarakat sebagai pengguna informasi dalam dunia maya khususnya dalam media sosial. Penanaman budaya ini diharapkan agar seluruh masyarakat berperan aktif dalam menyaring sebuah informasi dan bersikap bijak dalam bermedia sosial. Selebih itu juga diharapkan agara seluruh masyarakat indonesia dapat menumbuhkan dalam menyebarkan berita-berita yang positif sehingga dapat mempersatukan bangsa dari pada berita yang profokatif dan diskriminatif.


Jadi seperti pepatah yang dahulu sering diucapkan yaitu “Mulutmu harimaumu” dan kemudian pepatah itu jika diselaraskan dengan perkembangan teknologi dan informasi sekarang berubah menjadi“jari tanganmu harimaumu”. Dari pepatah itu dapat kita pahami bahwa bagaimana seharusnya kita harus bijak dalam menggunakan media sosial sehingga tidak menimbulkan konflik dalam masyarakat. Hal itu harus diutamakan dalam menggunakan media soaial agar kita dapat menghindari dan mencegah timbulnya konflik dalam ranah siber.


Penulis: Muhammad Asyraf (Mahasiswa Prodi HTN UIN Ar-Raniry Banda Aceh)

Komentar

Tampilkan

Terkini