-->








Amputasi Ajaran Agama dalam Moderasi Beragama

28 September, 2021, 04.18 WIB Last Updated 2021-09-27T21:18:17Z
KONFLIK berlatar belakang agama biasanya disulut oleh sikap paham keagamaan yang salah tafsir hingga selalu merasa benar sendiri. Hal itu diungkapkan oleh Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Kalimantan Timur H. Masrawan saat membuka acara Dialog Kerukunan Intern Umat Beragama Kalimantan Timur di Hotel Mercure Samarinda, Jalan Mulawarman Nomor 171, Rabu (22/09/2021).

Acara yang digagas oleh Bidang Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag Kaltim ini mengundang 70 orang peserta yang berasal dari perwakilan organisasi kemasyarakatan umat Islam, pondok pesantren, dan majelis taklim.

Kakanwil tampak sangat mengapresiasi dengan adanya acara ini. “Ini merupakan suatu sikap kepedulian terhadap kondusifitas bangsa, khususnya di Kalimantan Timur,” sebutnya.

Dalam sambutan yang dibawakan, Kakanwil mengatakan karakteristik masyarakat di Kalimantan Timur sangat majemuk yang terdiri dari berbagi suku, agama, dan ras. Disisi lain, ia menilai kemajemukan juga berpotensi untuk memicu konflik. 

“Maka dari itu, kegiatan semacam ini merupakan langkah yang strategis untuk meredam ataupun menghindari konflik,” ujarnya.

Selanjutnya, ditegaskan kembali bahwasannya konstitusi negara menjamin hak dan kebebasan umat dalam menjalankan keyakinan agamanya masing-masing.

Kementerian Agama sendiri dalam hal ini sudah 4 tahun terakhir telah menawarkan solusi untuk menata kehidupan keagamaan yang damai melalui pengambilan sikap moderasi beragama. Yaitu sebuah sikap pemahaman keagamaan yang berada di tengah atau moderat serta menempatkannya dalam rangka penguatan rasa kebangsaan dan cinta tanah air (hubbul  wathon).

TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTASATJEH.COM

Sebelumnya, H. Mulyadi selaku ketua panitia acara menerangkan bahwa acara diselenggarakan dengan tujuan menciptakan kehidupan intern umat Islam dan antar agama yang damai dan tentram serta menghindari paham keliru yang bisa merusak agama Islam. https://kaltim.kemenag.go.id/berita/read/513315

Sepintas, acara dialog ini seolah penuh kebaikan, meningkatkan kepedulian terhadap kondusifitas bangsa dan meredam ataupun menghindari peluang terjadinya konflik. Namun, jika kita cermati, ada beberapa hal yang tidak hanya harus dikritisi bahkan harus juga diwaspadai.

Definisi dan arti kata moderasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pengurangan kekerasan. Arti lainnya dari kata moderasi adalah penghindaran keekstriman. Peserta acara dialog yang berasal dari perwakilan organisasi kemasyarakatan umat Islam, pondok pesantren, dan majelis taklim dengan jelas menjadi target karena mereka bagian dari garda terdepan yang memahami dan berupaya melaksanakan sebagian syariat Islam semampu mereka.

Sikap paham keagamaan yang salah tafsir hingga selalu merasa benar sendiri dituding menyulut konflik berlatar belakang agama. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar "Standar apa yang digunakan dalam menilai seseorang telah terkategori salah tafsir dalam memahami agama?" Tiap agama tentu memiliki klaim kebenaran masing-masing, wajib bagi para pemeluknya untuk meyakini bahwa hanya agama yang dianutnya lah yang benar. Lantas mengapa keteguhan dalam memegang kebenaran atas dasar ajaran agama diposisikan sebagai suatu kesalahan?

Moderasi beragama sememangnya menjadikan Islam dan umatnya sebagai sasaran tembak. Moderasi dipandang perlu dilakukan atas beberapa ajaran Islam yang dianggap radikal dan ekstrim dengan tujuan menjadikan Islam yang pertengahan atau moderat yakni Islam yang toleran dan tidak kaku. 

Sejarah kata moderat atau jalan tengah berawal dari konflik antara pihak gerejawan dan kaum revolusioner pada masa abad pencerahan di Eropa. Pihak gerejawan menginginkan dominasi agama dalam kehidupan rakyat. Sedangkan kaum revolusioner yang berasal dari kelompok filosof menghendaki penghapusan peran agama dalam kehidupan. Akibatnya lahirlah sikap kompromi yang dikenal dengan istilah sekulerisme, yakni pemisahan agama dari kehidupan. Sikap kompromi inilah yang saat ini sedang gencar dipropagandakan di negeri-negeri kaum muslim dengan konsep moderasi beragama.

Robert Spencer _analis Islam terkemuka di AS_ menyebut kriteria yang lebih detail tentang seseorang yang dianggap sebagai muslim moderat antara lain: menolak pemberlakuan hukum Islam pada non muslim, meninggalkan keinginan untuk menggantikan konstitusi dengan hukum Islam, menolak supremasi Islam atas agama lain, menolak aturan bahwa seorang muslim yang beralih pada agama lain (murtad) harus dibunuh, mendorong kaum muslimin untuk menghilangkan larangan nikah beda agama dan lain-lain. https://www.penapejuang.com/2020/01/moderasi-tafsir-al-quran-upaya.html?m=1

Dengan demikian, moderasi beragama merupakan jalan sesat yang justru akan mengamputasi sebagian besar ajaran Islam sehingga menjauhkan kaum muslimin dari panduan agamanya sendiri. Padahal berdasar dalil dan fakta, hanya Islamlah yang mampu menciptakan keharmonisan dan kedamaian antar pemeluk agama yang bineka, karena hanya Islam yang memiliki aturan lengkap tentang segala hal. Contoh upaya yang saat ini kerap dilakukan adalah melakukan penafsiran ulang terhadap sebagian ajaran Islam yang sebenarnya sudah pasti, seperti : superioritas Islam atas agama dan ideologi lain (QS. Ali Imran : 85); kewajiban berhukum dengan hukum syariah (QS. Al-Maidah: 48); keharaman wanita muslimah menikah dengan orang kafir (QS. Al-Mumtahanah: 10) dan sebagainya. Akibatnya umat menjadi ragu dan jauh dari pemahaman Islam yang hakiki. Mereka menjadi muslim yang tidak mempunyai jatidiri karena berpola pikir dan bersikap ala barat. 

Padahal Allah SWT telah menjamin kesempurnaan agama ini sebagaimana firman-Nya dalam Al-Qur’an surah Al-Maidah ayat 3 : “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhoi Islam itu jadi agama bagimu.” Karena itu Islam jelas tidak membutuhkan pelengkap semacam moderasi.

Rekaman jejak emas masa peradaban Islam hingga sekarang masih ada dan bahkan bisa ditemukan dalam banyak catatan-catatan sejarah yang ditulis oleh orang non-muslim. Sebagai contoh adalah apa yang dikatakan Will Durant seorang sejarawan barat. Dalam buku yang dia tulis bersama Istrinya Ariel Durant, Story of Civilization, dia mengatakan, “Para Khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya bagi kehidupan dan kerja keras mereka. Para Khalifah itu juga telah menyediakan berbagai peluang untuk siapapun yang memerlukan dan memberikan kesejahteraan selama beradab-abad dalam wilayah yang sangat luas. Fenomena seperti itu belum pernah tercatat (dalam sejarah) setelah zaman mereka”

Mary McAleese, Presiden ke-8 Irlandia yang menjabat dari tahun 1997 sampai 2011. Dia juga seorang anggota Delegasi Gereja Katolik Episkopal untuk Forum Irlandia Baru pada 1984 dan anggota delegasi Gereja Katolik ke North Commission on Contentious Parades pada 1996. Dalam pernyataan persnya terkait musibah kelaparan di Irlandia pada tahun 1847 (The Great Famine), yang membuat 1 juta penduduknya meninggal dunia. Terkait bantuan itu, Mary McAleese berkata: “Sultan Ottoman (Khilafah Utsmani) mengirimkan tiga buah kapal, yang penuh dengan bahan makanan, melalui pelabuhan-pelabuhan Irlandia di Drogheda. Bangsa Irlandia tidak pernah melupakan inisiatif kemurahan hati ini. Selain itu, kita melihat simbol-simbol Turki pada seragam tim sepak bola kita.”

Aspek lain yang menjadi keagungan peradaban Islam adalah bagaimana perhatiannya terhadap seluruh masyarakat, baik muslim ataupun non muslim. Seorang orientalis dan sejarawan Kristen bernama T.W. Arnold dalam bukunya, The Preaching of Islam : A History of Propagation Of The Muslim Faith, dia banyak membeberkan fakta-fakta kehidupan dalam negara Khilafah. “Perlakuan terhadap warga Kristen oleh Pemerintahan Khilafah Turki Utsmani–selama kurang lebih dua abad setelah penaklukan Yunani–telah memberikan contoh toleransi keyakinan yang sebelumnya tidak dikenal di daratan Eropa).”

Tidak jauh berbeda, Karen Amstrong mengatakan bahwa kaum Yahudi menikmati zaman keemasan di Andalusia. Dia mengatakan “Under Islam, the Jews had enjoyed a golden age in Andalus". https://mediaumat.news/bukti-bukti-kesejahteraan-di-era-khilafah/

Kedamaian dan keharmonisan bukanlah digapai dengan moderasi beragama, tetapi diterapkannya Islam secara menyeluruh atau kaffah tidak hanya dalam mengatur akidah, ibadah dan akhlak, tetapi juga mengatur dalam hal ekonomi, pemerintahan, sosial, pendidikan, peradilan dan sanksi hukum serta politik luar negeri. Karena Islam adalah agama sekaligus ideologi yang mengatur hubungan manusia dengan tuhannya, diri sendiri dan sesamanya. Rekam sejarah pun telah terpatri dengan jelas pencapaian luar biasa yang tak pernah digapai oleh peradaban selain Islam sebagai buah penerapan Islam dalam bingkai negara. Allah SWT berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 208 : “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” Karena itu, menolak sebagian hukum Allah SWT dan menerima sebagian hukum yang lain adalah salah satu bentuk kemunkaran.

Kiranya sudah tiba saatnya sistem Islam kembali menjelma dalam peradaban dunia. Semoga Allah SWT segera menurunkan pertolongan-NYA sehingga sistem Islam mendapat kesempatan untuk dibuktikan kesempurnaannya. Wallahu'alam.

Penulis: Dyan Indriwati Thamrin, S. Pd. (Pemerhati Masalah Sosial dan Politik)

*) Tulisan opini ini sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis. 
Komentar

Tampilkan

Terkini