Foto: Muhammad Aditia Rizki, mahasiswa Program Ilmu Administrasi Negara Fisip UIN Arraniry
MENURUT UU No. 24 Tahun 2007, Manajemen bencana adalah suatu proses dinamis, berlanjut dan terpadu untuk meningkatkan kualitas langkah-langkah yang berhubungan dengan observasi dan analisis bencana serta pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, peringatan dini, penanganan darurat, rehabilitas dan rekonstruksi bencana.
Letak geografis dan kondisi geologis menjadikan Indonesia salah satu negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah. Di sisi lain, Indonesia juga memiliki berbagai potensi bencana. Bencana terjadi ketika bahaya mempengaruhi kehidupan manusia. Kematian, cedera pribadi, kehilangan properti atau kehilangan ekonomi yang tidak dapat dihindari.
Respons bencana yang tidak memadai tentu menimbulkan potensi kerugian yang besar. Pengenalan dan pemahaman tentang penanggulangan bencana diperlukan untuk perencanaan dan pengaturan dalam menghadapi bencana yang ada dan potensi bencana dan merupakan langkah awal untuk mengurangi risiko yang timbul pada saat bencana. Nah, dalam hal ini kita harus dapat memahami bahaya dan kerentanan yang bisa membantu meningkatkan pemahaman dan mengurangi resiko bencana.
Peta adalah alat yang hebat untuk menyajikan data dan informasi. Peta dapat memberikan informasi tentang permukaan bumi yang sebenarnya. Peta secara akurat dan jelas menunjukkan informasi spasial dan sebaran lokasi, jenis, dan nilai data. Ada kebutuhan untuk memetakan daerah-daerah yang memiliki tingkat bahaya dan kerentanan tertentu sehingga pemerintah dapat bertindak untuk mengatasinya. Peta bahaya dan peta bahaya harus digunakan bersama-sama.
TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTASATJEH.COM
Peta bahaya dimaksudkan untuk secara jelas menunjukkan kapan bahaya mungkin terjadi dan mengidentifikasi di mana kemungkinan besar akan terjadi. Peta bahaya memberikan informasi probabilitas, yaitu informasi tentang probabilitas kejadian berikutnya.
Ada berbagai potensi bencana di Indonesia, salah satunya adalah letusan Gunung Merapi. Bencana vulkanik Merapi terakhir terjadi pada tahun 2010. Penanggulangan bencana dilakukan sebelum, saat dan setelah erupsi Gunung Merapi.
Tahapan penanggulangan bencana menurut UU 2007 terdiri dari prabencana, tanggap darurat, dan pascabencana. Fase pra-bencana dibagi menjadi fase non-bencana dan fase bencana. Pada saat tidak terjadi bencana, kegiatan yang dilakukan berupa perencanaan penanggulangan bencana, kesiapsiagaan bencana, pencegahan, pembinaan perencanaan pembangunan, persyaratan analisis risiko bencana, penegakan tata ruang, pendidikan dan pelatihan, dan persyaratan teknis penanggulangan bencana.
Saya mengambil contoh kegiatan bebas bencana adalah kegiatan pelatihan tanggap bencana pemerintah yang bertujuan memberikan pengetahuan untuk menghadapi bencana erupsi gunung Merapi. Jika terjadi bencana, contoh dari kegiatan ini adalah penerapan fungsi sistem peringatan dini yang memberikan pemberitahuan dini ketika bahaya meletus dari Gunung Merapi.
Fase tanggap darurat terdiri dari lokasi yang cepat dan akurat, kegiatan penilaian kerusakan dan sumber daya, penentuan keadaan darurat bencana, penyelamatan dan evakuasi masyarakat, respon kebutuhan dasar, perlindungan kelompok rentan, dan pembangunan infrastruktur kritis.Terdiri dari pemulihan segera struktur dan fasilitas.
Contoh kegiatannya adalah evakuasi korban bencana yang dilakukan pada saat erupsi Gunung Merapi untuk mencari korban selamat atau meninggal dunia. Fase pascabencana terdiri dari langkah-langkah pemulihan dan rekonstruksi. Salah satu contoh kegiatan ini adalah pembangunan kembali shelter-shelter korban bencana gunung Merapi.
Kita berharap semoga masyarakat akan benar-benar menghargai semua ini jika mereka telah menyusun rencana penanggulangan bencana. Karena ini merupakan ilmu yang sangat penting untuk mengatasi bencana. Sehingga orang dapat mengambil tindakan pencegahan.
Penulis: Muhammad Aditia Rizki (Mahasiswa Program Ilmu Administrasi Negara Fisip UIN Arraniry)