-->








Mental Ilness Merebak, Jangan Sampai Remaja Kita Terjebak

29 Oktober, 2022, 19.07 WIB Last Updated 2022-10-29T12:08:08Z
NATIONAL Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) mengumumkan hasil survey kesehatan mental nasional yang cukup menyita perhatian. Dari hasil survey didapatkan satu dari tiga remaja Indonesia memiliki masalah kesehatan mental, sedangkan satu dari 20 orang memiliki gangguan mental dalam 12 bulan terakhir. Angka ini setara dengan 15,5 juta dan 2,45 juta remaja. Survey ini mengukur angka kejadian gangguan mental pada remaja usia 10-17 tahun, dan merupakan survey kesehatan mental yang pertama kali dilakukan pada usia tersebut (republika.co.id, 21/10/2022).

Guru Besar FK-KMK UGM, Prof Siswanto Agus Wilopo memaparkan, gangguan mental yang paling banyak diderita remaja adalah gangguan cemas (gabungan antara fobia sosial dan gangguan cemas menyeluruh) sebanyak 3,7%, gangguan depresi mayor (1,0%), gangguan perilaku (0,9%), gangguan stress pasca trauma (PTSD) dan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (ADHD) masing-masing sebesar 0,5% (republika.co.id, 21/10/2022).

Keadaan ini tentu tidak bisa dianggap remeh. Gangguan mental bisa berdampak fatal sampai pada kematian. Seperti kasus mahasiswa bunuh diri di Yogyakarta baru-baru ini, merupakan masalah besar gangguan kesehatan mental yang perlu mendapat perhatian dan dicegah oleh banyak pihak.  Bunuh diri adalah penyebab kematian keempat diantara orang berusia 15-29 tahun (theconversation.com, 11/10/2022).

Selaras dengan hasil penelitian di atas, Institute for Health Metrics and Evaluation University of Washington juga mengeluarkan hasil riset terkait Global Burden of Desease (2019), yakni adanya tren peningkatan jumlah gangguan kesehatan mental di Indonesia dalam 30 tahun terakhir (1990-2019) (theconversation.com, 11/10/2022).

Mental illness atau gangguan jiwa adalah kondisi kesehatan yang mempengaruhi pemikiran, perasaan, perilaku, suasana hati, atau kombinasi diantaranya. Kondisi ini dapat terjadi sesekali atau berlangsung dalam waktu lama kornis) (yankes.kemenkes.go.id, 16/08/2022). Faktor penyebab mental illness atau gangguan jiwa beragam, mulai dari faktor biologi seperti riwayat trauma kepala atau gangguan anatomi fisiologi saraf, faktor psikologis (interaksi dengan orang lain, konsep diri, tingkat perkembangan emosional, dll), dan faktor sosial (stabilitas keluarga, pola asuh orang tua, tingkat ekonomi, dll) (rsjmenur.jatimprov.go.id, 28/08/2020).

Jerat Jebak Kapitalisme

Fakta tak terbantahkan, sistem pengatur kehidupan saat inilah yang mencetak generasi menjadi lemah secara mental. Kondisi ekonomi yang kian hari kian sulit, membuat masyarakat terhimpit, biaya hidup mahal, harga sembako kian meroket, pendidikan dan kesehatan tak kalah melambung harganya. Maka tidak mengherankan jika banyak orang yang merasa stress akan beban hidupnya. 

Pandangan hidup materialistik bawaan sistem kapitalisme juga tak kalah hebat pengaruhnya terhadap kondisi mental generasi. Alih-alih disibukkan dengan belajar dan membangun karakter diri, pemuda saat ini justru sibuk mencari sensasi, mengejar like, memburu followers, yang semua itu ujung-ujungnya demi mendapatkan materi. Buntutnya muncullah berbagai tren dan challenge nyeleneh, seperti budaya flexing atau pamer kekayaan yang kini telah menjangkiti banyak orang. Akhirnya mereka yang merasa tidak punya banyak harta, tidak memiliki fisik dan paras rupawan terjangkiti virus insecure. Belum lagi kasus perundungan tiada habisnya, yang sudah pasti menimbulkan efek trauma pada korban, merasa rendah diri, tidak diterima lingkungan, yang semua itu mengarahkan pada terjadinya mental illness. 

Asas kebebasan yang kebablasan pun sering kali menjadi penyebab para pemuda terjangkiti mental illness. Pergaulan bebas memunculkan berbagai problem sosial, mulai dari banyaknya kasus hamil di luar nikah, aborsi, pembuangan bayi, hingga bunuh diri. Seperti kasus yang beberapa bulan lalu sempat ramai diperbincangkan, seorang mahasiswi di Malang bunuh diri di depan makam ayahnya karena merasa stress berada di bawah tekanan pacarnya yang telah berulang kali menyetubuhi dan memintanya untuk menggugurkan kandungan.  Penyalahgunaan narkoba juga turut andil dalam tingginya angka kejadian mental illness. Efek buruk narkoba dapat merusak sel-sel saraf yang menyebabkan seseorang mengalami gangguan jiwa.

Islam Solusi Semua Problem Kehidupan

Islam sebagai agama sekaligus pandangan hidup yang berasal dari Allah SWT-pencipta manusia dan alam semesta-, memiliki solusi dari semua masalah yang dihadapi manusia, termasuk masalah gangguan jiwa atau mental illness ini. Islam dengan tata aturannya akan bisa melakukan penjagaan kesehatan jiwa melalui beberapa cara:

Pertama, dari aspek ruhiyah atau spiritual sejak dini akan ditanamkan akidah yang kuat pada setiap anak. Sehingga kelak dia akan memahami dan menerima bagaimana pun kondisi fisiknya, karena itu merupakan qada Allah yang tidak ada campur tangan manusia di dalamnya dan tidak pula dimintai pertanggungjawaban oleh Allah. Islam juga mengajarkan agar senantiasa mendekatkan diri kepada Allah dalam kondisi apapun, sehingga kemungkinan terjadi stress dapat dihindari.

Kedua, dalam sistem Islam kesehatan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang wajib dipenuhi oleh negara untuk setiap warganya, termasuk kesehatan jiwa. Selain kesehatan, tempat tinggal, makanan, pakaian, pendidikan, serta keamanan juga merupakan kebutuhan pokok yang wajib dipenuhi oleh negara. Apabila semua hajat hidup dapat terpenuhi dengan mudah, tingkat stress rendah, maka mental illness pun tidak akan merebak seperti sekarang.

Ketiga, Islam mengajarkan pergaulan yang penuh penjagaan. Berbagai aturan diterapkan untuk menjaga kehormatan muslimah, mencegah perzinahan dan semua aktivitas yang merusak akhlak generasi, serta semua problem turunannya. 

Namun, semua solusi di atas tidak mungkin dilakukan oleh individu saja, butuh adanya negara yang menerapkan aturan Islam secara sempurna. Rasulullah saw bersabda:
“Sesungguhnya seorang imam itu [laksana] perisai. Dia akan dijadikan perisai, dimana orang akan berperang dibelakangnya, dan dia digunakan sebagai tameng....” (HR. Bukhari dan Muslim)

Wallahu a’lam bishshowaf

Penulis: Rizqa Fadlilah, S.Kep (Ibu Rumah Tangga) 
Komentar

Tampilkan

Terkini