IST |
JENEWA –
Untuk pertama kalinya, organisasi kemerdekaan Aceh diberikan kesempatan untuk
berdialog dalam forum seminar di gedung Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB),
Jenewa, Swiss. Organisasi yang menamakan dirinya Acheh-Sumatra National
Liberation Front (ASNLF) mendapat undangan dialog untuk memberikan pandangannya
dalam seminar Human Rights Council Forum on Minority Issues: “Preventing and
addressing violence and atrocity crimes targeted against minorities”
(Pencegahan serta penuntasan kekerasan dan kejahatan-kejahatan keji terhadap
minoritas).
Acara yang disponsori oleh
komisi tinggi PBB urusan HAM ini, selain ASNLF, juga hadir sejumlah peserta
lain yang mewakili bangsa minoritas, organisasi pembebasan, organisasi non dan
antar pemerintah (NGO-IGO), termasuk pakar antara bangsa mengenai isu-isu
bangsa minoritas di seluruh dunia.
Acara Internasional
tersebut diselenggarakan selama dua hari, mulai tanggal 25 sampai dengan 26
November 2014, bertempat di ruang XX, kantor PBB, Palais des Nations, Jenewa.
Menurut surat elektronik dari sekretariat kantor PBB, dalam forum dunia ini
disediakan fasilitas penterjemah secara simultan dalam bahasa Arab, Cina,
Inggris, Perancis, Rusia dan Spanyol.
Delegasi ASNLF yang
dipimpin oleh Yusuf Daud dari Swedia mengatakan, bahwa ini merupakan kali
pertama ASNLF berpartisipasi aktif dalam forum yang relatif baru tersebut.
”Kita ingin melihat tindak
lanjut dari catatan buruk PBB kepada Indonesia terkait dengan perlindungan bagi
kelompok minoritas,” ujar wakil ketua ASNLF ini.
Yusuf menambahkan, setiap
partisipan akan diproses oleh sekretariat PBB dengan jaminan setiap perwakilan
bukan bagian dari organisasi teroris. ”Hal yang paling penting adalah ASNLF
bisa berpartisipasi langsung dalam forum. Dengan kata lain, organisasi pembebasan
Aceh ini legal, kredibel, pro demokrasi dan secara implisit diakui
keberadannya,” jelas Yusuf langsung dari markas PBB di Jenewa, Senin siang
(24/1/2016) lalu, waktu Eropa.
Sebagai catatan, saat
sidang Universal Periodic Review (UPR), tinjauan hak sipil politik serta sidang
komite HAM PBB untuk hak sosial dan budaya, Indonesia mendapatkan rapor merah
dalam kaitan perlindungan minoritas. Dalam acara itu pula nantinya perwakilan
ASNLF akan fokus pada permasalahan Aceh yang masih belum selesai.[Asnawi Ali]